Bipolar atau Mood Swings Biasa? Yuk Kita Coba Identifikasi

Hai Teman DRYD,

Pernah ngalamin yang namanya mood naik turun? Atau mungkin ada orang di sekitar Teman-teman yang mood-nya kaya yang ga bisa ditebak gitu? Sekarang hepi, ceria, penuh semangat tapi trus sedetik kemudian berubah jadi murung, males ngapa-ngapain, ga bisa diajak have fun? Cape emang ngadepin yang kaya gitu ya. Kita ga pernah tau kira-kira apa yang bisa memicu perubahan suasana hati. Yang paling bikin frustrasi itu kalo orang terdekat kita yang ngalamin kaya begitu. Serba salah aja semua rasanya.

Tapi yang miris sekarang itu tu ya, adalah kenyataan bahwa istilah “bipolar” sekarang seperti jadi kata-kata kasual yang sering dilancarkan orang secara ngasal untuk sembarang orang. Misalnya gini; kita punya temen, mood-nya seeering banget berubah dalam waktu yang relatif singkat dan kadang-kadang ga peduli momen. Trus kita langsung nyeletuk, “Ah, elu bipolar banget deh!”

Kalo Teman DRYD ada yang pernah ngelakuin ini, kalo bisa jangan lagi ya. Ga boleh. Bipolar itu gangguan psikis yang valid dalam dunia medis jadi sebaiknya ga dipake buat hal-hal sekasual seperti contoh sebelumnya. Bipolar itu bisa di-treat secara klinis tapi kadang judgment yang diberikan orang lain bisa jadi salah satu sumber penyebab kenapa gangguan ini sulit dikendalikan oleh si pengidap.

Dari sisi kita sendiri, ucapan semacam itu tu ga adil terhadap si orang yang dimaksud. Bisa jadi dia ga punya bipolar tapi emang mood swing-nya tergolong cukup parah. Nah, supaya kita ga lagi salah kaprah dan mungkin berakhir menyinggung perasaan orang lain, yuk coba kita teliti perbedaan antara gangguan bipolar dan mood swing.

Mood swing biasa itu ditandai dengan perubahan emosi dan suasana hati seseorang dalam periode yang ga bisa dibilang singkat. Ada periode yang jelas yang membatasi mood positif dan negatif. Durasinya juga relatif lebih pendek. Pembeda mendasar lain adalah efek dari kondisi ini. Mood swings biasanya ga sampe ngeganggu hidup kita secara keseluruhan. Iya, pas lagi bad mood mungkin emang males ngapa-ngapain dan mudah tersinggung. Tapi itu ga bikin hidup kita hari itu kacau balau. Cuma low energy aja gitu.

Nah, kalo bipolar itu kebalikannya. Perubahan mood terjadi secepat kilat, senang ke sedih atau sedih ke senang itu beralih dan berganti-ganti sekejap mata. Soal durasi juga berbeda; orang dengan gangguan bipolar punya dua episode: mania (naik, ceria dan senang berlebihan) dan depresi (turun, sedih dan stres berlebihan). Di beberapa kondisi tertentu malah ada orang yang mengalami kedua jenis episode dalam waktu yang bersamaan. Nah, biasanya durasi dari masing-masing episode ini bisa berlangsung selama berjam-jam, bahkan mungkin sepanjang hari. Efeknya pun lebih menyeluruh. Hidup si pengidap bisa sangat terpengaruh akibat perubahan emosi ini. Ketika memasuki salah satu episode bipolar, si individu pengidap bisa aja praktis ga bisa berfungsi sebagaimana manusia biasanya.

Jadi beda banget ni, bipolar dan mood swing biasa. Orang bipolar itu pasti ngalamin mood swings tapi orang yang mengalami perubahan mood cukup dramatis belum tentu punya bipolar.

Setelah paham perbedaan fundamentalnya, yuk kita cari tahu ciri-ciri gangguan bipolar. Biar lebih mudah, ciri-ciri bipolar itu bisa dirumuskan berdasar masing-masing episode.

Ciri-ciri episode mania:

  1. Perasaan bahagia berlebihan yang timbul dalam periode yang lama,
  2. Cara berbicara dan berpikir berlangsung sangat cepat,
  3. Perasaan tidak membutuhkan tidur,
  4. Impulsif dan dan tidak bisa diam,
  5. Perhatian mudah teralihkan,
  6. Overconfidence (rasa percaya diri yang berlebihan),
  7. Kecenderungan untuk melakukan hal-hal berisiko tinggi seperti menghabiskan uang berjudi atau untuk membeli barang-barang yang tidak perlu.

Ciri-ciri episode depresi:

  1. Perasaan sedih dan putus asa dalam periode yang lama,
  2. Kecenderungan menghindari keluarga dan teman,
  3. Kehilangan interest terhadap hal yang sebelumnya disenangi,
  4. Gangguan pola dan nafsu makan, bisa kehilangan nafsu makan atau malah makan berlebihan,
  5. Perasaan kelelahan dan kehilangan energi.
  6. Daya ingat dan konsentrasi menurun dan tidak mampu mengambil keputusan,
  7. Pikiran tentang bunuh diri atau didominasi tentang kematian.

Nah, permasalahannya sekarang, jika ada orang di sekitar kita yang memiliki ciri-ciri seperti di atas, apa yang sebaiknya dilakukan?

Yang pertama, berhenti ngejudge. Pengidap bipolar juga ga bisa mengendalikan apa yang mereka rasakan. Kadang ini mungkin sulit dilakukan karena logika personal kita ga bisa menerima atau bahkan mencerna apa yang terjadi dan terlihat. Tapi lagi-lagi, pengidap bipolar juga ga mau kali, dapet hal kaya gitu dan membebani orang lain.

Yang kedua yang perlu dilakukan adalah mencarikan si pengidap gangguan bantuan profesional. Ini juga kayanya bertentangan dengan logika umum ya. Masa udah sakit, malah orang lain yang harus repot nyariin bantuan. Tapi pada kenyataannya, para pengidap bipolar emang ga bisa berpikir sejauh itu. Mereka udah telanjur sibuk “berperang” dengan diri mereka sendiri, terlalu kesulitan untuk bahkan sekadar mencari pertolongan. Kitalah yang justru harus memberikan uluran tangan. Oh, dan jangan coba-coba ditangani sendiri ya, kecuali kalo emang kita punya kapasitas di bidang sespesifik ini. Bipolar cuma bisa ditangani oleh pihak yang emang paham seluk-beluk gangguan ini jadi cuma mereka yang berkemampuan untuk mengatasi persoalan yang ada.

Nah, udah jelas ya, Teman-teman DRYD. Jangan lagi deh bilang orang lain bipolar cuma untuk lucu-lucuan. Kita ga tau apa yang sebenernya terjadi jadi jangan sampai menyinggung perasaan orang lain atau memperparah kondisi mental orang lain.

Diet Gagal Mulu? Yuk, Cari Tau Kenapa

Haaalo,

Yang lagi diet, gimana nih? Lancar-lancar aja ga? Diet mah kuncinya yang sabar aja. Komitmen sama target dan proses kudu banget dijaga. Nah, buat yang dietnya relatif ga nemuin banyak kendala dan hambatan berarti, selamat yaaa. Dijaga terus pola hidup sehatnya. Diatur asupan gizi dan jangan mengabaikan keseimbangan nutrisi demi mengejar target angka timbangan yang lebih kecil.

Ada beberapa orang yang tubuhnya merespon dengan baik perubahan pola makan dan gaya hidup yang lebih sehat. Yang kaya gini biasanya bakal menikmati hasil yang datang dengan relatif lebih cepat dan lebih cepat juga merasakan perubahan. Taaapi, ada juga beberapa orang yang terkendala.

Orang-orang yang kaya gini biasanya akan lebih “menderita” dalam menjalani proses diet dan cenderung lebih mudah “kalah” terus berhenti. Instead of mendapatkan perubahan yang signifikan dalam hidup, mereka justru mengalami regresi dan bahkan mungkin bisa jadi hidupnya lebih buruk lagi dibanding periode sebelum mencoba berdiet.

Pernah ngalamin kaya gini? Kesandung dikit, langsung aja deh bubar program dietnya. Ga salah kok itu. Ini zona aman loh ya; kita ga lagi ngejudge siapa-siapa. Kegagalan itu manusiawi; siapapun pasti pernah terjegal kegagalan. Orang-orang yang berhasil menjalankan program diet mereka juga mungkin megalami kegagalan berkali-kali sebelum akhirnya bisa menikmati buah hasil perjuangan mereka—kita ga pernah tau looo, proses orang itu gimana; yang kita tau cuma tubuhnya bagus dan kulitnya bersih. Itu juga manusiawi. Sebagai manusia, kita cenderung lebih mudah mempersepsi apa yang tepat ada di depan mata kita ketimbang mencoba mengulik apa yang ada di belakangnya. Si A keliatan sukses dietnya; badannya bagus, hidupnya sehat. Tapi mungkin di balik apa yang kita lihat, si A ini mungkin harus menjalani proses berdarah-darah penuh air mata.

Buat yang selalu dan sering gagal berdiet, jangan putus asa. Balik lagi, diet itu kuncinya cuma satu: Niat dan komitmen. Yang lain-lain mah ngikut. Asal kita punya kedua hal itu tadi, kita udah punya modal buat sukses memangkas berat badan berlebih.

Taaapi, niat sama komitmen aja tentunya belum memadai, harus juga didukung faktor-faktor spesifik lain. Apa aja sih? Yuk, kita kulik.

  1. Niat dan intensitas niat

Kita udah punya niat buat menjalani program diet, itu udah ada poin nilainya. Tapi ga berenti sampe di situ. Niatnya juga harus mengandung intensitas. Artinya, niat kita itu kudu banget kuat dan keras kaya batu. Niat yang letoy berarti kita nanti bakal gampang banget patah semangat, teralihkan, dan ujung-ujungnya ya kecewa sama diri sendiri. Apa yang menentukan intensitas niatan yang kita punya? Tentunya background; alasan kenapa kita kepikiran buat berdiet. Kalo disertai alasan medis misalnya, pasti niatan kita juga semakin keras. Contoh ni ya; katakanlah kita punya tendensi resistensi terhadap insulin. Mau ga mau kita kudu diet karena di titik ini, pilihannya cuma dua: terus makan ga terkendali dan membahayakan jiwa raga sendiri atau take control of everything dan mulai memperbaiki gaya hidup.

Program diet yang dijalani dengan dasar estetis semata bukannya ga efektif. Tapi dengan sense of urgency yang juga minim, program tapi bisa gampang banget dibatalkan.

Bukan berarti nih ya, kita perlu nunggu sakit dulu baru diet; ga gitu juga konsepnya. Tapi at least, dengan menyadari risiko dan ancaman kesehatan dari pola makan yang buruk seengganya kita bisa mulai merapikan segala sesuatunya.

  • Support system

Ada yang bilang kalo pola makan kita juga dipengaruhi orang-orang di sekitar kita. Habit dan kecenderungan bisa dengan mudah terbentuk dalam lingkungan yang tersusun dari individu-individu yang punya pola serupa. Jadi kalo misalnya kita dikelilingi orang-orang yang rada-rada kurang peduli sama kesehatan dan pola makan, kita akan secara ga sadar mengadopsi pola serupa dan akan sangat sulit menjadi “berbeda” di tengah-tengah kelompok yang polanya sangat bertolak-belakang dari rencana kita.

Kalo orang-orang di sekitar kita paham dan memberikan dukungan, ya bagus. Sukur-sukur mereka juga ikutan nyoba hidup sehat. Bisa sama-sama deh, diet sehat.

Nah, yang jadi masalah adalah ketika circle di sekitar kita terdiri dari orang-orang yang entah itu ga peduli sama hidup sehat atau malah bahkan mencoba meng-influence kita buat ga usah hidup sehat. Kalo kasusnya kaya gini, gapapa kok kalo kita dengan sadar memberikan batasan kepada orang-orang di sekitar atau bahkan menjauhkan diri. Bukan mau sombong atau sok sehat yaaa. Lah emang niatnya kan mau mencoba menjadi lebih sehat kok. Cara ini mungkin ekstrim ya. Tapi kalo eman udah ga ada pilihan lain, ga masalah buat dipraktikkan. Asaaal, kita ngasi tau alasannya ke orang-orang terdekat di sekitar kita. Biar ga salah paham dan malah memutus relasi baik yang dibina bertahun-tahun. Siapa tau dengan ngasi tau mereka juga sadar dan introspeksi. Trus ikutan gabung sama kita.

  • Pengelolaan overthinking

Emang overthinking itu momok paling menakutkan dalam hal psikologi manusia—terlebih lagi karena sifatnya yang ga pandang bulu dan ga peduli menyangkut persoalan apa. Dalam kaitannya dengan masalah diet, kita tuh paling sering menyibukkan diri dengan memikirkan tipe program diet yang sebaiknya dijalani. Jenis diet itu ada macam-macam kan? Nah, ketika kita mencoba mempelajari semuanya, kita tau baik-buruk masing-masing jenis dan kemudian ngide. Ngidenya gimana? Dicampurlah semuanya jadi mixed method. Padahal jenis-jenis diet itu bermunculan karena kebutuhan manusia juga berbeda-beda. Dan karena perbedaan ini, mencoba mencari tahu tentang pola diet mana yang paling benar itu adalah sesuatu yang sia-sia. Daripada memfokuskan diri pada pola diet yang terbaik, mendingan nyari jenis diet yang emang paling cocok sama preferensi kita secara pribadi setelah berkonsultasi dengan ahlinya. Kenapa? Dengan cara begini, kita bisa lebih konsisten dalam menjalankan program karena kita ga ngerasa kesiksa dan terpaksa.

  • Pencegahan terhadap Obsesi

Obsesi di sini maksudnya limpahan perhatian kita yang diberikan secara keterlaluan terhadap berat badan ideal. Gapapa, ga masalah kalo emang kita punya target berat badan ideal yang mau dicapai. Itu bisa membantu mengatur fokus kita supaya tetap bisa konsisten. Yang jadi masalah adalah ketika target itu udah berubah jadi obsesi. Inget ya, Teman DRYD; segala sesuatu yang sifatnya obsesi adalah ga baik. Ga baik buat badan, ga baik buat mental. Dalam hal berdiet, ada baiknya mempertimbangkan persoalan weight loss vs. size loss.

Ada baiknya kita menggeser fokus kita dari jumlah kilogram yang hilang dari timbangan badan ke size loss. Atau kalo emang itu terlalu teknis rasanya, the very least you should do is mempertimbangkan target yang lebih rasional. Misalnya apa? Misalnya target yang tadi terlalu muluk dan wah bisa diturunin jadi at least fungsi badan bisa berjalan maksimal dan sebagaimana adanya.

Nah, buat perempuan ni; hindari menimbang badan pada saat menstruasi. Ketika memasuki periode menstruasi, jumlah hormon estrogen dalam badan meningkat drastis. Kandungan hormon yang melonjak ini berdampak pada tubuh yang menyimpan lebih banyak air sebagai efeknya. Akibatnya, pembacaan angka timbangan jadi ga objektif karena angka yang diberikan akan lebih besar karena dominan kandungan berat air.

Kebanyakan dari kita pasti punya perasaan menang setelah selama seminggu berhasil mengendalikan diri dan menjinakkan nafsu makan. Akhirnya apa? Akhirnya kita merasa kita berhak mendapatkan “reward” dalam bentuk kelonggaran satu hari bebas makan apa aja. Pola pikir kaya gini tu ga salah. Kita emang menang dan mungkin berhak dapat imbalan. Tapi kita sering luput mempertimbangkan kenyataan bahwa kemenangan itu sifatnya baru sementara. Kita bahkan belum mengubah apa-apa karena begitu kita melonggarkan diri, berat badan bakal balik lagi balik lagi.

Seseorang yang sedang mencoba program diet sebaiknya melupakan cheat day selama 2-3 bulan pertama. Kenapa? Kejam ya? Ya emang. Orang kita juga dengan kejam ngebiarin badan ga terkontrol beratnya. Nih ya, kita udah bertahun-tahun makan dan hidup ga sehat. Periode 2-3 bulan itu ga ada artinya dibanding keteledoran kita sendiri; 2- 3 bulan itu adalah sebuah harga yang masih terlalu kecil dibandingkan jumlah waktu yang kita buang untuk merusak badan sendiri.

Asumsinya adalah, dalam 2-3 bulan pertama program diet itu, tubuh kita dilatih untuk terbiasa dengan pola asupan gizi yang baru, habit yang baru, output energi yang baru, dan pola metabolisme yang baru juga. Kalo sebentar-sebentar kita mikir kapan cheat day, ya badannya ga punya kesempatan buat ngerasain gaya hidup sehat yang kita pikir udah kita terapin.

Diet itu manfaatnya untuk jangka panjang. Dan karena itu, prosesnya juga panjang. Tapi yakin deh, begitu kita ngerasain perubahan yang signifikan, kita pasti mikir, “Kenapa ga dari dulu gue ngendaliin pola makan gue, ya…?”

Jadi apa esensinya cerita kali ini? Kenapa kita ngebahas diet di kategori artikel yang dikhususkan buat skin care?

Jadi gini. Kulit itu memancarkan apa yang ada di dalamnya, di bawahnya. Nah, kalo apa yang ada di balik kulit itu aja ga sehat, ya kali kulitnya bisa keliatan sehat…. Sebelum ngurusin perawatan kulit, kecantikan kulit, dan kesehatan kulit, pastiin dulu kesehatan secara general udahkecover dengan menyeluruh. Makan dibenerin, tidur diteraturin, air dicukupin. Abis itu, baru deh, ngomongin skin care.

Gagal, Kalah, Kecewa, Sakit: Cerita Sangat Pendek dari Hidup

Hai Teman DRYD,

Ini edisi khusus curhat dokter Yusri ya. Hahah, sebenernya agak rancu sih soalnya kan bagian Self-care biasa biasanya emang diisi sama curhatan-curhatan saya ya. Jadi kalo saya sampe announce kali ini adalah edisi curhat jadinya rada ga guna juga. Jadi lebay. Tapi emang, kalo biasanya saya curhat di Self-care berdasarkan curhatan orang lain yang kemudian dibahas pake kacamata orang lain, kali ini saya curhat berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman yang mungkin bisa aja jadi berarti buat dibaca oleh orang lain. Kalo membantu, ya sukur semoga kita bisa belajar banyak bareng-bareng yaaa. Kalo ga membantu juga gapapa, siapa tau bisa di-share ke orang lain yang mungkin lagi butuh pencerahan, insights, pendapat, gitu-gitu.

Apa sih curhatnya dokter Yusri ini sampe pake edisi khusus segala?

Saya mau membahas kegagalan, sodara-sodara.

Siapa sih yang ga tau apa itu kegagalan? Semua orang pasti paham; anak kecil juga pasti ngalamin meskipun mereka mungkin belum tau maknanya, apalagi pelajaran apa yang bisa diambil. Tapi pernah ga sih, Teman DRYD ngalamin kegagalan yang benar-benar gagal? Gagal segagal-gagalnya sampe down dan mikir kaya ga mungkin lagi kembali berdiri? Gagal yang hancur porak-poranda?

Ada yang bilang hidup itu lebih dinamis jika terisi oleh beberapa momen kegagalan yang “sehat”, yaitu ketika kita bisa memetik pelajaran berharga dari momen tersebut untuk memperbaiki banyak hal di kemudian hari. Ada yang bilang juga kalo yang namanya gagal itu guru paling baik tempat kita belajar pengalaman hidup dan introspeksi. Beberapa orang mungkin bisa menanggapi kegagalan dengan cara yang lebih baik, apalagi kalo kegagalan yang dimaksud itu semacam hal-hal yang relatif kecil. Tapi kalo kegagalan itu sampe bikin kita stres dan merasa ga bersemangat menghadapi hidup? Wah, banyak efek dan akibatnya. Jadi kaya domino; satu kegagalan menjadi sumber untuk serangkaian kegagalan-kegagalan lain dalam hidup.

Ada ga yang pernah sampai kaya gitu?

Saya pernah.

Apa sih yang bikin saya terpuruk demikian dalam dan sampe harus ngambil terapi khusus buat memperbaiki semuanya? Satu kata sederhana: bangkrut.

Semuanya berawal dari bisnis klinik kecantikan yang saya bangun di Jakarta beberapa tahun lalu. Singkat aja nih ya; setelah berjalan, saya melewati fase bisnis yang bikin saya rugi besar sampe harus gulung tikar. Ini kegagalan dan ini hal yang lazim terjadi dalam dunia bisnis. Sampe di sana kelar? Enggaaa. Kalo orang bilang satu kegagalan seharusnya ga bikin kita gentar dan memadamkan semangat, justru itu yang terjadi pada saya dulu. Saya down se-down-down-nya. Stres? Bukan lagi stres, depresi. Saya depresi berat sampai butuh bantuan profesional buat bisa setidaknya ngeliat kejadian ini dari kacamata yang berbeda. Kecenderungan orang yang depresi itu sederhana, Teman DRYD, mereka ga bakal bisa “menarik” diri dari pusaran tekanan di sekitar tanpa uluran tangan orang lain. Makanya nih, kalo ada di antara Teman DRYD yang udah mulai ngerasain gejala-gejala depresi, jangan menutup diri. Jangan terlena dengan tekanan yang ada. Percaya deh, orang kalo lagi depresi itu saaangat-sangat “menikmati” kondisi tertekan mereka. Tanda kutip itu, ya; artinya mereka cenderung membiarkan diri semakin tenggelam dalam kegelapan—bukan karena mereka enjoy berada di situasi itu tapi karena mereka ga tau kudu ngapain.

Itu yang terjadi pada saya.

Setelah mulai pulih, apa yang saya lakukan? Apa saya kapok berkecimpung di dunia estetika? Apakah saya terus mencampakkan ijazah kedokteran saya? Engga dong. Jalan dari terapi ke fase membaik itu ga simpel. Ga singkat. Sampe sekarang saya masih merasa bahwa proses penyembuhan itu terus berjalan. It takes time. Suatu waktu, saya kerjasama dengan dr. Jimmy Adrian SPKj. untuk mengadakan semacam seminar. Waktu itu temanya overthinking. Nah, di situlah saya ketemu sama salah satu partisipan yang sekarang jadi teman baik saya. Namanya Mbak Deborah Ayu.

Kenapa satu perempuan ini yang saya sorot? Karena saya dan dia dihubungkan dengan satu kondisi yang sama: bangkrut. Kami sama-sama pernah ada di titik terendah hidup kami. Kami sama-sama pernah menderita batin, sama-sama pernah memandang hidup ini ga adil dan kepingin kelar aja cepet-cepet semuanya.

Mbak Deborah ini juga penggiat bidang estetika. Kasusnya juga mirip sama apa yang saya lalui. Singkatnya, bisnisnya juga bubar. Tapi di kliniknya ada alat-alat nganggur yang saat itu terbengkalai. Langsung deh saya kepikiran, “Wah, daripada mesin-mesin itu rusak ga kepake, kenapa ga saya aja yang pake buat bisnis sendiri lagi?”

Sebenernya buat memulai bisnis lagi itu satu step yang cukup bikin gemeteran sih, waktu itu. Ya namanya trauma ya. Lukanya mungkin udah sembuh di permukaan tapi di bawahnya masih memar-memar berdarah. Kebayang lagi deh kejadian-kejadian masa lalu. Tapi trus sayanya mikir, “Ini passion saya. Ini kesempatan baik dan ga semua orang dikasi kesempatan baik dua kali.”

Mbak Deborah sendiri sedang ada di fase ingin menyembuhkan diri dari luka pribadinya. Satu cara yang dia pilih waktu itu adalah dengan melepaskan semua perlengkapan dan peralatan yang dulu dia pake buat berbisnis. Asumsinya dia adalah bahwa dengan “membuang” segala hal yang ada kaitannya dengan masa lalu, proses penyembuhan dirinya jadi lebih cepat.

Akhirnya ya saya sampein deh ke Mbak Deborah waktu itu, “Alat-alatmu saya beli aja buat bisnis di Jogja.” Perjanjiannya waktu itu pembayarannya dengan cara mencicil dan saya sanggup melunasi dalam waktu kurang dari setengah tahun, bahkan. Sombong? Bukan. Ini bukan perkara saya menyombongkan kemampuan saya dalam melunasi hutang. Ini perkara “di mana ada kemauan, di situ ada jalan.”

Klasik? Basi? Bikin eneg? Ya gapapa; kenyataannya kalimat itu emang udah terlalu sering diumbar dan didengar sampe-sampe maknanya jadi monoton dan membosankan. Tapi kalimat itu sering diucapkan karena emang ada benernya kok sekalipun ga sesederhana itu realitasnya.

Kenapa saya bilang ga sesederhana itu? Ketika kita tahu apa yang kita mau, kita tahu cara mendapatkannya. Adaaa aja jalannya. Tapi, sekarang gimana bisa kita punya kemauan kalo buat bernapas aja butuh energi lebih? Depresi itu candu lo ya, Teman DRYD. Alam bawah sadar kita udah sedemikian ter-disable sampe-sampe otak jadi kepengaruh dan berpikir bahwa ga ada jalan lain, this is the end of the road.

Jadi hal berbeda apa yang saya lakukan? Pertama, saya tanamkan ke diri saya bahwa saya ga boleh membandingkan penderitaan saya dengan orang lain. Iya, ada banyak orang lain di dunia ini yang penderitaannya jauh lebih menyakitkan dari saya. Iya, saya masih lebih beruntung karena masih punya support system yang lebih dari bersedia mendukung saya. Tapi menepis penderitaan sendiri, menutup mata dan menulikan telinga dari rasa sakit yang saya rasakan hanya karena orang lain punya masalah lebih berat itu juga ga adil buat diri saya sendiri. Jalan orang berbeda dengan jalan saya. Cara mereka menghadapi kejadian berbeda dengan cara saya dan gitu juga dengan kapasitas masing-masing. Menyadari persoalan orang lain, menghargai usaha mereka untuk tetap hidup, dan tidak menyepelekan masalah orang lain itu penting dan harus. Tapi ga bisa dilakukan dengan cara menyepelekan persoalan sendiri ya.

Dari situ berlanjut ke penerimaan. Saya menerima kondisi saya tanpa menipu diri sendiri. Saya tanamkan pada diri sendiri bahwa denial itu ga bakal menyelesaikan apa pun. Saya ingat-ingat terus bahwa ga ada yang salah dengan kalah dan menerima fakta bahwa saya kalah. Kalah-menang itu hukum alam. Senang dan gembira karena menang itu lumrah. Sedih dan kecewa karena kalah itu manusiawi. Di kondisi keduanya, diri kita sebagai manusia diuji. Oh, kamu kalah? Apa yang mau kamu lakukan dengan fakta itu, kondisi itu? Oke, kamu mau bersedih dan menangis? Nikmati fase itu. Tapi seterusnya jangan biarkan dirimu larut dan tenggelam apalagi sampe nolak bantuan dari orang lain. Sadari bahwa kamu depresi dan dalam keadaan itu kamu adalah musuh terbesarmu.

Terakhir, saya coba pikirkan, apa sih yang sebetulnya paling menyakitkan ketika kalah? Saya berkesimpulan, kekalahan yang ada terasa sangat telak dan kemudian saya depresi karena masih punya keterkaitan emosional dengan hal di masa lalu. Dari situ saya mulai belajar melepaskan. Apa yang tidak ditakdirkan menjadi milik saya, sampai jagat raya kiamat pun ga bakal pernah saya genggam lagi. Keterikatan dengan suatu hal itu adalah sumber penderitaan. Saya merasa memiliki suatu hal dan saya tersungkur parah ketika sesuatu itu lepas dari tangan. Dari belajar melepaskan ini saya paham, ketika kita mau membiarkan hal yang sudah lewat tetap ada di masa lalu dan mengakui kekalahan yang kita terima, semestalah yang kemudian akan mengambil alih dan menggantikannya dengan yang baru. Akhirnya apa? Saya kembali punya klinik. Di Jogja. Hal yang serupa, di kota yang berbeda, dengan orang-orang berbeda, dengan kondisi dan situasi yang berbeda.

Saya paham. Belajar melepaskan dan mengakui kekalahan itu proses yang menyakitkan. Tapi kadang rasa sakit itu diperlukan untuk menyembuhkan luka. Kemudian, bekas lukanya mungkin hilang tapi sensasi sakitnya akan terus terasa selagi kita memiliki otak yang fungsional. Di titik inilah kita perlu menimbang: Am I forever defined by the pain I experienced in the past? Apakah luka dan trauma di masa lalu menjadi identitas tunggal diri ini?

Rambut Rontok? Hormonnya Udah Seimbang, Belum?

Pernah ga, Teman DRYD, suatu hari rambutnya rontok banyak banget, ngumpul di bantal pas bangun pagi? Ato mungkin pas mandi gitu, cuci rambut, trus saluran air sampe kesumbat gegara rontokan rambut? Ato ada ngga, temen yang notice gitu, pas ngeliat baju Teman-teman dipenuhi helaian rambut yang luar biasa nyuri perhatian publik? Kondisi ini emang bikin was-was sih. Saat rambut berguguran lebih cepat dari umumnya, itu berarti ada sesuatu yang terjadi dalam badan kita. Mau tau “sesuatu” itu apa?

Sebelum ke sana, mungkin kita kupas sedikit lebih dalam ya, perkara rambut rontok di luar batas normal ini.

Misteri Rambut Berguguran

Rambut rontok itu ada nama ilmiahnya, alopecia androgenik istilahnya. Kondisi ini ga cuma hinggap di perempuan; laki-laki juga bisa terkena. Bedanya, kerontokan yang terjadi pada laki-laki itu lebih berpola; jadi lebi kentara karena kebotakannya berbentuk spot-spot tertentu di area kulit kepala. Sementara di perempuan, alopecia ini terjadi secara merata di seluruh area kulit kepala; jadi penipisannya bisa dibilang lebih samar. Tapiii, di beberapa kasus, ada juga perempuan yang menderita alopecia dengan kombinasi kedua pola tadi itu.

Alopecia androgenik pada perempuan terjadi karena kerja androgen, yaitu hormon laki-laki yang pada kondisi normal ada dalam komposisi yang sangat sedikit pada tubuh perempuan. Jangan salah loh ya; sekalipun berjenis kelamin perempuan, di dalam tubuh tetap ada hormon laki-laki tapi dengan jumlah yang jauh lebih rendah ketimbang hormon perempuan.

Penyebab Kerontokan Rambut

Apa penyebabnya? Banyak. Tapi kalo emang ada kaitannya dengan komposisi hormon, alopecia jenis ini biasanya ditimbulkan oleh ovarian cysts, misalnya. Atau juga bisa karena konsumsi pil kontrasepsi yang tinggi kadar androgen, kehamilan, atau menopause.

Pada keadaan hormon yang tidak seimbang dalam tubuh perempuan, ada yang namanya hormon DHT (dihydrotestosterone), tipe hormon androgen yang berperan dalam pembentukan karakter jenis kelamin laki-laki seperti pembentukan rambut-rambut tubuh. Tapi keberadaan DHT ternyata juga bisa menyebabkan kerontokan rambut secara dini apalagi jika jumlahnya terlalu banyak di dalam tubuh. Jadi hormon ini yang jadi biang kerok rambut yang berguguran karena dia ngebikin folikel jadi mengecil.

Fase menopause pada perempuan juga jadi momok menakutkan karena begitu memasuki tahap ini, tubuh mengalami penurunan dalam hal produksi hormon-hormon perempuan (seperti estrogen dan progestin). Ketika jumlah hormon ini menurun, tubuh perempuan akan jauh lebih sensitif terhadap hormon laki-laki, termasuk DHT itu tadi. Karena sifatnya bergantung pada fase menopause, biasanya kondisi ini akan datang ketika seorang perempuan menginjak umur 50 atau 60 tahun.

Gangguan kelenjar tiroid juga bisa menyebabkan alopecia karena kelenjar inilah yang bertanggung jawab dalam pembentukan rambut-rambut baru. Singkatnya, kelenjar ini yang mengatur jumlah helaian rambut pada tubuh seorang manusia. Kondisi hipotiroidisme (produksi hormon tiroid rendah) atau hipertiroidisme (produksi hormon tiroid berlebihan) bisa mempengaruhi kerontokan rambut dan di saat yang sama bisa menyebabkan rambut yang tersisa menjadi lemah, kering, dan rapuh.

Seberapa Lazim Sih, Kerontokan Rambut Pada Perempuan?

Empat puluh persen kasus kerontokan rambut pada perempuan terjadi di saat umur 40 tahunan dan ini bisa jadi isu yang membuat tekanan batin meningkat apalagi kalo penyebabnya ga cepat ditemukan dan ditangani.

Dua belas persen dari perempuan dalam rentang umur 20-29 tahun juga mengalami alopecia. Perempuan usia 80 tahun ke atas memiliki 80% kemungkinan kerontokan rambut berkaitan gangguan hormon. Faktor genetis juga memainkan peran dalam hal ini. Jika Teman DRYD memiliki ibu, saudara perempuan kandung, atau saudara perempuan lain memiliki riwayat rambut rontok, kemungkinannya jadi lebih besar juga Teman mengidap kondisi yang sama.

Yang berbahaya dari alopecia androgenik adalah bahwa kondisi ini sifatnya permanen thanks to hormon DHT itu tadi. Karena si hormon ini membuat kantong-kantong rambut mengecil, rambut jadi berguguran dan ga lagi tumbuh. Kabar baiknya, alopecia androgenik adalah gangguan yang sebetulnya bisa diatasi dengan menggunakan beberapa pilihan treatment.

Yang paling penting di sini adalah seberapa cepat kita menanggapi gejala awal kerontokan rambut alopecia. Makin cepat kita menanganinya, makin besar kesempatan kita buat menyelamatkan sebanyak mungkin helaian rambut.

Solusinya Apa Dong?

Yang pertama harus ditanamkan dalam diri adalah, ga usah mikir it’s the end of the world begitu nemu rontokan rambut berjubel di bantal atau saluran kamar mandi. Kondisi ini masih bisa disembuhkan kok, mau disebabkan hormonal imbalance atau apa pun itu. Trus, jangan ragu ke dokter begitu nemu gejala awal karena dokterlah yang bisa ngebantu kita mencari tahu penyebab utama kerontokan rambut. Kalo emang hormon yang jadi pemicu, ya nanti pasti dikasi treatment yang sesuai buat ngatasin persoalan gangguan hormon pada tubuh.

Yang pertama ada spironolactone. Obat ini bersifat antiandrogen; jadi dia bekerja dengan cara menekan produksi testosteron pada tubuh perempuan, termasuk si DHT. Obat ini juga diberikan berdasar resep jadi kita kudu nih, konsultasi ke dokter karena penggunaannya bisa berefek samping lain.

Ada juga yang namanya saw palmetto. Obat ini penggunaannya topikal, jadi langsung dioles ke kulit. Cara kerjanya adalah dengan menghambat sintesis testosteron menjadi DHT.

Trus ada minoxidil. Ini juga obat oles yang cara kerjanya lebih kepada merangsang asupan darah ke kulit kepala yang akhirnya memberi boost kepada pertumbuhan rambut. Tapiii obat ini bukan obat yang langsung mempengaruhi komposisi hormon badan ya, karena dia ga menekan produksi DHT. Simpelnya, obat ini mempercepat pertumbuhan helaian rambut aja. Penggunaannya lebih efektif ketika mencapai periode 3 hingga 6 bulan.

Yang terakhir adalah dengan proaktif mengubah pola makan dan gaya hidup. Memperbaiki pola makan dengan asupan mikronutrien seperti zat besi dan protein mungkin ga mempengaruhi komposisi hormon tubuh secara langsung ya. Tapi tetep aja cara ini bisa membantu dari dalam. Hasilnya emang ga instan tapi cepat atau lambat pasti bakal ada perubahan positif terhadap kekuatan akar rambut dan ketebalan jumlah helaiannya, terutama jika diet tinggi zat besi dan protein ini dijalankan selama 3-6 bulan. Trus kelola stres dengan benar. Jangan salaaah, stres juga berperan besar dalam menimbulkan alopecia karena stres juga menyebabkan ketidakseimbangan komposisi hormon. Jika stres kita kebanyakan disebabkan pekerjaan, coba deh, atasi akar permasalahannya. Mungkin waktunya buat ganti pekerjaan baru? Tapi ini tentunya bukan solusi buat semua orang ya, ga semua orang bisa segampang itu melepas pekerjaannya cuma gegara rambut rontok. Kan ga lucu…. Makanya, coba cari cara buat mengelola tekanan mental yang disebabkan lingkungan kerja. Kalo punya kebiasaan minum minuman berkafein atau sehari-hari ngerokok, coba dikurangi kalo ga bisa dieliminasi sama sekali. Olahraga juga penting, ga boleh ditinggal.

Final Words

Nah, dari pembahasan kali ini, yang paling penting buat diingat itu adalah bahwa alopecia androgenik itu bukan sebuah “hukuman mati”, yaaa, Teman DRYD. Efeknya mungkin emang permanen tapi kalo kita sigap dan dengan tepat mengambil tindakan, bisa kok diatasi. Yang penting itu semuanya butuh proses. Penggunaan obat butuh waktu sebelum menunjukkan hasil. Mengubah pola makan dan gaya hidup itu juga butuh waktu lebih lama lagi buat ngasi efek positif. Harus sabar, konsisten, dan teguh karena masa menjalani proses perawatan ini adalah periode kita diuji dengan sangat-sangat menyeluruh. Jangan panik, jangan tambah stres. Semua akan kembali lebat dan indah pada saatnya.

 

Why I Relate to “Skin Decision”

Apa ada di antara Teman-teman DRYD yang doyan nonton reality show terutama yang genrenya makeover gitu? Makeover penampilan maksudnya; jadi dari yang tadinya biasa aja, dipermak jadi lebih menarik. Kan banyak tuh, reality show kaya begitu. Ada yang suka ga?

Nah, kalo ada, saya mau kasi satu judul buat nambah referensi nonton Teman DRYD nih. Namanya ‘Skin Decision: Before and After’.

Nontonnya di mana? Di Netflix ada. Tinggal search aja judulnya trus nanti langsung nonton deh.

Kenapa recommended?

Well, acara ini tuh kerasa beda karena menilik dunia bedah plastik dari sisi yang berbeda. Kita dibawa masuk lebih dalam ke dunia makeover. Kalo selama ini kita cuma disuguhi yang bagus-bagus dan kaya yang cuma dikasi liat hasil akhirnya aja, acara ini kaya ngebuka perspektif baru buat kita semua dalam memandang kecantikan fisik. ‘Skin Decision’ ga cuma perkara bedah plastik dan menyempurnakan keindahan tubuh dan wajah. ‘Skin Decision’ adalah tentang mengubah hidup dan menerima diri sendiri.

Ada beberapa episode yang menceritakan perjuangan pasien untuk mengelola trauma masa lalunya dan ada juga tentang pasien yang mencoba mendapatkan kembali rasa percaya dirinya. Dari sini saya sih bisa nyimpulin kalo ‘Skin Decision’ itu tuh lebih dari sekadar proyek acara hura-hura yang cuma mancing keinginan pemirsa buat ngebuang uang.

Acara ini dibawakan oleh dokter Sheila Nazarian, seorang dokter bedah plastik, dan Jamie Sherrill yang seorang pakar kulit dan kecantikan. Kombinasi keduanya menurut saya cukup padu dalam menyajikan isi acara. Prosedur dan metode pendekatannya juga terbilang modern dan yang paling mutakhir jadi kita bisa tahu atau paling ngga dapat gambaran tentang perkembangan dunia estetika medis itu kayak apa sekarang ini.

Keliatan banget lah kalo acara ini tuh goes beyond the usual stuff untuk membedakan dirinya dari acara-acara sejenis yang lain. Kita bisa belajar banyak hal tentang dunia kecantikan dan makeover dari acara ini karena materinya disajikan dengan cara yang fun tapi ga menghilangkan unsur edukatifnya juga.

Buat saya pribadi ini ngena banget. Kenapa? Karena gini ini nih seharusnya pola kerja seorang dokter estetis: pendekatannya personal, dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasien, dan setiap kasus dibahas dalam-dalam saaampe ke faktor-faktor psikis. Jadi ga cuma perkara benerin kulit atau permak wajah. Acara ini tuh ngerti, kulit luar bisa sembuh dan diperbaiki tapi apa yang ada di balik kulit itu, yang ada di dalam diri pasien, juga kudu disembuhkan. Percuma berhasil punya kulit bagus tapi di dalamnya masih digerogoti insecurity, kepercayaan diri yang rendah, rasa terancam, dan kurang menerima diri sendiri.

Karena faktor-faktor inilah makanya saya memfavoritkan ‘Skin Decision’ and that’s why it’s definitely a must-try for me.